Dinas Pendidikan Mengucapkan Hut RI Ke- 76

Dinas Pendidikan Mengucapkan Hut RI Ke- 76
Gambar

Breaking News

"Sekapur Sirih". Catatan Keadilan Bagi Warga Ciletuh Hilir Dalam Pusaran Kapitalisme dan Antipatinya Pemerintah Terkait


BOGOR, INFOREALITA - Perjalanan panjang menggapai keadilan ditanah Ciletuh Kilir kabupaten Bogor, menyimpan kandungan dinamika pilu yang begitu mendalam.

Kedengkian yang akut, kebencian serta segala bentuk amarah adalah cipta kondisi dalam perjuangan melawan ketidakadilan para pemangku kekuasaan serta perusahaan yang terlampau arogansi.

Dimulai pengusikan lahan garapan warga berupa pertanian & perkebunan seluas puluhan hektar yang diduga keras telah di usir dan dirampas oleh perusahaan MNC Land tanpa alasan yang jelas. Kehidupan mata pencaharian dipukul rata tanpa bekas, hampir sebagian masyarakat mendapatkan labelitas pengangguran pasca itu.

Kedua, intensitas pengosongan tanah berikut bangunan milik warga di rampas perlahan dengan bungkus akad jual beli yang dibawah nilai kepantasan (pasca pembongkaran lahan garapan), mau tidak mau dalam keadaan butuh warga Ciletuh terpaksa menjual tanah berikut bangunannya ke perusahaan.

Ketiga, lahir modus yang amat uzur namun dibungkus oleh kekinian yaitu pengosongan tanah makam keramat yang terletak di desa Wates Jaya melalui skema ahli waris guna sekedar mendapatkan ijin angkut jenazah yang akan dipindahkan ke lahan baru, pula telah menyoroti perhatian publik. Bagaimana tidak? Sebegitu tidak santunnya pola perusahaan yang ingin menguasai lahan guna proyeknya berjalan dengan lancar tanpa menimbang serta memperhitungkan hal-hal lain.

Pertanyaannya dimana nurani mereka? Dimana posisi mereka dikala salah satu sanak keluarganya percis sama seperti kondisi masyarakat Ciletuh Hilir? Apa harus menghilangkan nilai-nilai kemanusiaan dilenyapkan dalam dirinya karena kebutuhan sang perut yang dilazimkan oleh bungkus profesionalisme kerja?

Naif memang..
Konstruksi hukum yang dibangun oleh kuasa hukum warga dirasakan percuma, apabila para pemangku kekuasaan ataupun kebijakan selalu berada disamping perusahaan, dan enggan sedikitpun melihat apalagi meratapi sebuah situasi & kondisi yang dialami masyarakat Ciletuh Hilir.

Sumpah serapah jabatan hanya sebatas aksesoris tanpa makna. Luka hanyalah luka serta kepentingan adalah diatas segala-galanya. Ironi memang, ketika masyarakat yang jelas-jelas membutuhkan uluran tangan dari penguasa, guna ingin sedikit merasakan keadilan, namun tak ada yang mau menoreh satupun institusi yang turun tuk sekedar mengetahui penderitaan masyarakatnya.

Cita-cita mulia bangsa ini tergadaikan oleh kepentingan sesaat. Tekstual UUD 1945 hanya ilusi permanen yang dialami masyarakat Ciletuh Hilir. Perlawanan demi perlawanan pun tak jengah dilakukan oleh masyarakat dan kuasa hukumnya dari Kantor Hukum Sembilan Bintang & Partners.

Langkah demi langkah telah dilalui, kesetaraan masih jauh dari pelupuk mata hati para pencari keadilan.

Muncul sebuah kalimat nyinyir bagi negara ini khususnya bagi Kabupaten bogor, "menjadi baik adalah kesalahan bagi pencari keadilan, menjadi jahat pun jauh lebih salah".

Ketulusan menjaga tanahnya di jawab dengan intimidasi, melawan pun dijawab dengan kriminalisasi.

Permohonan bantuan secara hierarki pun sampai ke jajaran elit negara pun, jawabannya nihil, kalah dengan sepak terjang pesta demokrasi yang konon hanya berlangsung 5 tahun sekali.
Padahal secara hakikat, gak akan ada demokrasi tanpa adanya masyarakat yang terlibat didalamnya. Dikala kursi kekuasaan didapatkan, seketika itu janji-janji surgawi musnah begitu saja.

Lagi-lagi, hak konstitusi warga hanya dijadikan alat tukar politik yang apabila bisa di nego, maka selesai sudah kontrak moral dengan Tuhannya.

Catatan keadilan yang sungguh buram di kabupaten Bogor, adalah teguran keras bagi kita semua yang masih percaya akan keadilan bahwa masih bisa di tegakan di negeri ini khusus nya kabupaten Bogor.

Kabar terkini bahwasanya masyarakat akan di pagar oleh beton-beton yang bakal melenyapkan hak mata untuk melihat situasi lingkungannya. Batas tanah akan menjadi saksi beton-beton itu didirikan dan dibangun. Persoalannya pembangunan pagar beton itu, tak semudah yang perusahaan bayangkan.

Jawaban atas perbuatan yang terlampau lelucon itu, adalah perlawanan dari masyarakat itu sendiri. Sepanjang perusahaan dan pemerintah setempat enggan melakukan pendekatan dengan warga.

Masalah hukum sampai birokrasi bolehlah meraka piawai menegosiasikannya, tetapi masalah soal rasa muak dan benci masyarakat, tidak bisa diselesaikan dalam saru meja dengan waktu yang singkat.

Menggapai keadilan memang terasa masih jauh, bagi masyarakat Ciletuh Hilir. Akan tetapi, perjuangan melawan kebatilan tak akan berhenti sampai disini. Gelora perlawanan, gegap gempita barisan serta sorak sorai perjuangan akan terus bergumam sampai keadilan itu tiba dan menari-nari diatas kebenaran sejati.

Kami terlanjur berdarah, obatnya adalah keadilan. Selama keadilan itu direduksi oleh sebuah kepentingan kelompok, maka jelas terpatri bentuk jawaban dari semua itu adalah perlawanan. Masyarakat Ciletuh Hilir akan terus senantiasa berjuang, sampai keadilan itu nampak di hadapan pelupuk matanya dan bisa dirasakan dengan seadil-adilnya oleh masyarakat Ciletuh selaku pencari keadilan, Kamis (27/6/2019).

oleh : R. Anggi Triana Ismail