Home Tekno Lingkungan Jaga Pertanian Dari Dampak Perubahan Iklim



INFOREALITA- Dirjen Perkebunan memukul gong menandakan Simposium Perhimpi siap dimulai, Sektor Pertanian menjadi salahsatu sektor yang paling terdampak dari perubahan iklim yang terjadi dewasa ini. Tak hanya di tingkat regional tetapi juga di tingkat Internasional, perubahan iklim sudah menjadi diskusi yang penting untuk keberlangsungan hidup manusia.


Kasdi Soebagyono yang juga merupakan Ketua Umum Perhimpunan Meteorologi Pertanian (Perhimpi) dalam Simposiun IX dan Kongres VIII Perhimpi mengatakan bahwa, "Sektor Pertanian sangat rentan terhadap keragaman perubahan iklim, tidak hanya tanaman pangan, tetapi juga perkebunan, hortikultura dan sub-sektor lainnya", Bogor (02/10).

"Perubahan iklim dan iklim ekstrim sebagai salahsatu bentuk keragaman iklim yang dapat mengancam ketersediaan pangan, energi dan sumber lainnya, sehingga perlindungan dari gangguan iklim tidak hanya menjadi kepentingan nasional, tetapi juga menjadi komitmen global", paparnya.

"Adapun kelompok paling rentan terkena dampak perubahan iklim dan iklim esktrim ini adalah petani. Petani memiliki kemampuan adaptasi rendah akibat minimnya sumber daya yang dimiliki serta kecenderungan bergantung pada sumber daya yang rentan terhadap kondisi iklim", pungkasnya.

Sementara itu, Sekjen Perhimpi, Haris Sjahbudin selaku Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan) menuturkan hingga sekarang sudah banyak contoh aksi iklim yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) untuk melindungi petani dan pertanian dari dampak perubahan iklim.

"Membangun dan memperbaiki jaringan tersier, membangun embung, longstorage. Bahkan Badan Litbang Pertanian dikerahkan untuk bisa mengembangkan varietas unggul baru yang adaptif terhadap perubahan iklim (tahan kekeringan, toleran terhadap OPT) dan lainnya",  tuturnya.

Termasuk mempersiapkan petani millenial untuk mulai memiliki pola pikir pertanian 4.0 melalui smart farming. "Dengan memanfaatkan sistem informasi, digital dan lain sebagainya",  tambah Haris.

Dalam skala besar, pola-pola pertanian seperti tumpangsari, pengelolaan lahan rawa hingga pengelolaan dan budidaya lahan kering. "Itulah pola-pola adaptasi yang dilakukan oleh Kementan untuk melindungi pertanian dari perubahan iklim",  tuturnya.

Agar semakin sinkron dalam penerapan pola pertanian yang adaptif dengan perubahan iklim, Kementerian Pertanian bersama Perhimpi dan IPB melakukan kegiatan Simposium Meteorologi Pertanian IX dengan mengambil tema “Inovasi Aksi Iklim Pertanian Menuju Kemandirian Pangan, Ekonomi, Energi dan Lingkungan”. Selain Simposium, diselenggarakan kegiatan pendukung/Side Events berupa Talkshow, Bimbingan Teknis dan Pameran.

Dari Simposium Meteorologi Pertanian tersebut akan terhimpun berbagai isu terkini terkait berbagai kegiatan adaptasi dan co-benefit (mitigasi) sektor pertanian; merumuskan kebijakan untuk percepatan implementasi kegiatan adaptasi dan co-benefit (mitigasi) sektor pertanian.

Sehingga diharapkan mampu menjadi pilar kemandirian pangan, ekonomi, energi, dan lingkungan; menjalin dan menguatkan networking (jejaring kerjasama) antara stakeholder terkait. Termasuk memberikan informasi dan meningkatkan minat masyarakat khususnya kaum milenial, sehingga dapat meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan dalam bidang meteorologi pertanian dan kegiatan adaptasi sektor pertanian di lapangan bagi petani dan kaum muda milenial.

Lebih lanjut Haris menuturkan dari hasil simposium ini akan menghasilkan rekomendasi kepada pemerintah melalui bentuk pendekatan peningkatan kapasitas dari masyarakat (tani), mendorong penyediaan sarana dan prasarana, ketersediaan bahan baku hingga IT dan digitalisasi pertanian. "Mudah-mudahan ini bisa dielaborasi jauh lebih besar dalam bentuk program aksi dan kegiatan," harapnya.


Lebih lanjut Haris menuturkan Perhimpi sebagai satu-satu perhimpunan meteorologi pertanian di Indonesia juga akan semakin berkontribusi dalam perlindungan pertanian dalam perubahan iklim. "Berdiri dari tahun 1979, Perhimpi terus memberikan sumbangsih pemikiran dan aksinya. Kami melihat bagaimana air bukan sebagai tatanan mikro tetapi juga kesatuan ekosistem yang saling berkaitan dan harus bisa dimanfaatkan dalam bentuk embung, longstorage," tuturnya.

Dengan kepakaran yang lebih luas, Perhimpi juga memberikan rekomendasi mengenai perhitungan efek rumah kaca guna menghitung laju perubahan iklim yang terjadi untuk PBB. "Termasuk pemetaan kebencanaan dan prakiraan BMKG dan Sistem Informasi Kalender Tanam Terpadu," tambahnya.

Dalam melatih masyarakat, Perhimpi juga senantiasa melakukan bimtek khususnya dalam pengelolaan iklim dalam budidaya pertanian. "Di simposium kali ini juga Bimbingan teknis (bimtek) sebagai kegiatan pelatihan dan pengembangan pengetahuan serta kemampuan untuk memecahkan masalah terkait agroklimatologi. Sasaran bimtek adalah kaum muda milenial yang berminat pada sektor pertanian," bebernya.

Menyertai Simposium, dilakukan juga Kongres VIII Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (PERHIMPI). Tujuan Kongres PERHIMPI adalah membangun forum untuk dialog dan berbagi informasi antar anggota PERHIMPI, himpunan profesi lainnya, dan stakeholder utama; mengevaluasi kegiatan yang dilakukan oleh pengurus PERHIMPI selama periode sebelumnya, serta melakukan pemilihan pengurus baru dan menyusun program kerja PERHIMPI untuk periode 2020-2024.

Kongres PERHIMPI dihadiri oleh sebanyak 22 Pengurus Cabang, diselenggarakan untuk melihat laporan pengurus PERHIMPI periode berjalan, mengkonsolidasikan aktivitas dan program kerja PERHIMPI selama kurun waktu 5 tahun kedepan serta melakukan pemilihan pengurus PERHIMPI Pusat periode yang akan datang.( yanti )